Daging adalah bahan pangan yang bergizi tinggi karena
kaya akan protein, lemak, mineral, serta zat lainnya yang sangat dibutuhkan
oleh tubuh. Usaha penyediaan daging memerlukan perhatian khusus karena daging
mudah dan cepat tercemar oleh mikroorganisme. Daging sangat baik untuk
pertumbuhan dan perkembangan mikroorganisme sehingga dapat menurunkan kualitas
daging. Penurunan kualitas daging diindikasikan melalui perubahan warna, rasa,
aroma, bahkan pembusukan. Kerusakan ini disebabkan oleh adanya kontaminasi
mikroba pada permukaan daging tersebut pada saat prosesing karkas.
Pengawetan daging mempunyai tujuan antara lain untuk
mengamankan daging dari kerusakan dan pembusukan oleh mikroorganisme dan
memperpanjang masa simpan daging. Pengawetan berarti menghambat atau mengurangi
reaksi-reaksi enzimatis, kimia, dan kerusakan fisik daging. Pengawetan yang
menghasilkan produk yang sifat fisiknya berubah dari bahan bakunya dikenal
dengan istilah pengolahan.
Salah satu
kerusakan yang sering terjadi pada produk daging yang disebabkan oleh oksidasi
lemak adalah ketengikan. Ketengikan dapat dicegah dengan penambahan
antioksidan. Madu lebah mengandung senyawa kimia antara lain fruktosa, maltosa,
air, sukrosa, vitamin dan mineral. Penggunaan madu dengan konsentrasi 15-20%
dapat menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli
dan Staphylococcus. Berdasarkan potensi dari lebah madu tersebut, maka
penggunaan madu lebah bertujuan untuk mempertahankan kualitas daging sapi
segar. Metode pengawetan dengan madu bertujuan untuk mengontrol aktivitas
mikroorganisme yang menyebabkan aktivitas enzimatik dan reaksi kimia pada
daging.
1. Tujuan Praktikum
Tujuan praktikum pengawetan daging dengan madu ini adalah
:
a. Menjelaskan
pengertian pengawetan daging dengan madu
b. Melakukan
pengawetan daging dengan madu
c. Melakukan uji
kualitas pengawetan daging dengan madu dan yang tidak menggunakan madu
2. Waktu dan
Tempat Praktikum
Praktikum pengawetan daging dengan maduini dilaksanakan
pada hari Selasa, 21 Oktober 2014 pukul 09.20 – 11.05 di Laboraturium Industri
Pengolahan Hasil Ternak, Program Studi Peternakan, Fakultas Pertanian,
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
A. Tinjauan Pustaka
Apabila pH daging rendah atau asam dan aw juga rendah,
maka mikroorganisme tidak akan berkembang biak, sehingga daging tidak cepat
rusak atau busuk. Daging sapi segar mempunyai aktivitas air yang tinggi
(0,99-0,98), pH mendekati netral dan sumber nutrisi yang lengkap, sehingga
dapat menjadi media sangat baik untuk pertumbuhan mikrooganisme
(Nurlina et al., 2003). Menurut Mundo et al.
(2004), madu dapat menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk seperti Alcaligenes
faecalis, Pseudomonas fluorescens, Aspergillus niger dan Bacillus
stearothermophilus. Hal ini terlihat dari zona penghambatan yang dihasilkan
oleh madu yang diberikan pada media yang telah ditanam bakteri-bakteri
tersebut.
Menurut penelitian sebelumnya, madu randu memiliki
aktivitas antimikroba yang paling efektif dibandingkan dengan madu hutan, madu
rambutan dan madu kelengkeng. Madu randu diketahui memiliki nilai pH sebesar
3,56; nilai aw 0,67 serta nilai total fenol 0,244
(Hariyati, 2010). Dengan menambahkan madu dalam konsentrasi tertentu,
potongan daging kalkun kemas memiliki umur simpan yang lebih lama daripada
potongan daging kalkun kemas tanpa penambahan madu. Selain itu hasil penelitian
juga menunjukkan bahwa madu dapat mencegah oksidasi lemak pada daging (Antony et
al., 2000).
Antony et. al (2006) yang melaporkan bahwa irisan
daging kalkun dengan penambahan madu 5% dan 15% mempunyai nilai TBA yang lebih rendah daripada tanpa penambahan madu. Pada
hewan potong, pH daging sesudah disembelih berkisar antara 6.7 – 8. Pada daging
sapi dalam waktu 25 jam sesudah dipotong terjadi penurunan pH hingga 5.6 – 5.8
di dalam semua otot-otot (Hafriyanti et al., 2008).Warna daging sapi
segar yang baik adalah warna merah cerah. Warna merah cerah tersebut akan
berubah menjadi merah-coklat atau coklat jika daging dibiarkan lama terkena
udara (Deptan, 2009).
B. Materi dan Metode
1. Materi
a. Alat
1) Pisau
2) Oven
3) Alumuniun foil
4) Neraca
elektrik
5) pH meter
6) cawan
b. Bahan
1) Daging segar 5
gram
2) Madu
2. Metode
a. Memotong daging
segar dengan ukuran 3x3x3 cm
b. Mengolesi daging
dengan madu sampai merata
c. Membungkus
daging dengan alumunium foil dan memasukannya kedalam oven selama 5 menit lalu
menimbang daging dan mengukur pH daging
d. Mengulangi langkah diatas hingga 3
kali dan dicatat hasilnya.
D. Hasil Pengamatan dan Pembahasan
1. Hasil Pengamatan
Tabel 5. Uji Nilai pH dan Kadar Air
No
|
Uji
|
Pengukuran 1
|
Pengukuran 2
|
Pengukuran 3
|
Rata-rata
|
1
|
pH
|
6.8
|
7,5
|
7,1
|
7,1
|
2
|
Kadar air
|
20%
|
20%
|
20%
|
20%
|
Sumber: Laporan
Sementara Praktikum Dasar Teknolog Hasil Ternak 2014
Tabel 6.
Uji Organoleptik pengawetan daging
No
|
Uji
|
Hasil Praktikun
|
Kontrol (segar)
|
1
|
Warna
|
Lebih kecoklatan
|
Merah segar
|
2
|
Bau
|
Agak amis agak berbau madu
|
Khas daging segar
|
Sumber: Laporan
Sementara Praktikum Dasar Teknolog Hasil Ternak 2014
2. Pembahasan
Hasil pengamatan uji nilai pH dari praktikum pengawetan
daging dengan madu yang dijelaskan pada tabel diperoleh pH pada pengukuran pertama 6,8; pengukuran
kedua 7,5 ;
pengukuran ketiga 7,1 dan rata-rata hasil pengukuran yaitu 7,1. Madu sendiri
memiliki pH yang rendah (pH 3,2-4,5), kisaran nilai keasaman tersebut cukup
rendah untuk dijadikan sebagai penghambat bakteri. Daging sapi dengan
penambahan madu (kontrol) mengalami kenaikan pH menandakan bahwa kondisi daging
giling semakin rusak.
Daging sapi segar mempunyai aktivitas air yang tinggi
(0,99-0,98), pH mendekati netral dan sumber nutrisi yang lengkap, sehingga
dapat menjadi media sangat baik untuk pertumbuhan mikrooganisme
(Nurlina et al., 2003). Dari tinjauan pustaka tersebut
dapat dipahami bahwa daging yang pH-nya mendekati netral dapat menjadi media
yang baik untuk pertumbuhan mikroba. Hasil pengamatan kami menunjukan bahwa
daging sapi yang telah diolesi madu tersebut mengalami kenaikan pH sekitar 7
atau netral sehingga bisa dikatakan bahwa pengamatan kami gagal karena
seharusnya pH daging tersebut turun agar mikroorganisme sulit berkembang dan
daging menjadi awet.
Hasil uji organoleptik dari pengawetan daging dengan madu
diperoleh warna yang lebih kecoklatan dan bau yang agak amis. Warna daging sapi
segar yang baik adalah warna merah cerah. Warna merah cerah tersebut akan
berubah menjadi merah-coklat atau coklat jika daging dibiarkan lama terkena
udara (Deptan, 2009).Warna yang lebih kecoklatan tersebut menandakan bahwa
daging tersebut sudah terkontaminasi oleh mikroorganisme diudara dan bau daging
segar tidak berbau masam/busuk, tetapi berbau khas daging segar. Hal ini
menunjukan bahwa pengamatan kami gagal.
E. Kesimpulan
1. Kesimpulan
a. Pengawetan
daging mempunyai tujuan antara lain untuk mengamankan daging dari kerusakan dan
pembusukan oleh mikroorganisme dan memperpanjang masa simpan daging.
b. Madu dapat
menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk karena memiliki pH yang rendah sehingga
dapat menghambat perkembangan mikrobia.
c. Warna daging
segar adalah merah cerah jika dibiarkan lama terkena udara menjadi merah-coklat
atau coklat.

No comments:
Post a Comment